assalamualaikum wr wb

Jumat, 18 Januari 2013

arti cinta

Jika telapak tanganmu berkeringat, jantungmu berdebar,suaramu seperti tertahan di tenggorokan itu, bukan cinta melainkan suka…

Jika tanganmu tidak berhenti memegang dan menyentuhnya, itu bukan cinta melainkan nafsu…

Jika kamu bersedia memberikan semuanya yang kamu punya, itu bukan cinta melainkan kemurahan hati…

Jika kamu berkata kepadanya bahwa dialah satu-satuya, itu bukan cinta melainkan gombal…

Jika kamu suka dia karena dia selalu menemanimu, itu bukan cinta melainkan kesepian…

Jika kamu menerima dia karena kamu takut kecewa itu bukan cinta, tetapi kasihan…

terus apa cinta itu???

Cinta adalah pengorbanan…

Cinta adalah kematian atas egoisme…

Mencintai berarti menerima dia tanpa adanya tanpa syarat…

memang sulit untuk dilakukan tapi itulah harga sebuah cinta yang harus dibayar untuk sebuah cinta….

cerita hidup













c i n t a

…CINTA…
Jika ia sebuah CINTA,
dia tak hanya MENDENGAR,
melainkan senantiasa BERGETAR.
jika ia sebuah CINTA,
dia tak mungkin BUTA,
melainkan senantiasa MELIHAT dan MERASAKAN apa yang kita rasakan
jika ia sebuah CINTA,
dia tak akan membuat kita SEDIH,
melainkan senantiasa akan membuat kita BAHAGIA.
jika ia sebuah CINTA,
dia tak hanya BERUCAP,
melainkan senantiasa TULUS dari Dalam HATI.
jika ia sebuah CINTA,
dia hadir bukan karena PERMINTAAN,
melainkan HADIR karena KETENTUAN dan KATA HATI-lah yang MENGANTARKANNYA.
jika ia sebuah CINTA,
dia hadir juga bukan karena PAKSAAN,
melainkan senantiasa HADIR karena PENGORBANAN dan KESETIAAN

mari kita renungkan

Aku pernah memikirkan,
bahwa setiap manusia pasti ingin punya KEKASIH & TEMAN SEJATI…
Kekasih yang akan terus bersamanya, sehidup semati, dalam suka maupun duka.
Kebersamaan yang tak terpisahkan.
Namun sekarang aku memilih AMAL SHALEH sebagai kekasihku.
Karena ternyata hanya amal shaleh yang terus mau menemaniku,
sekalipun aku masuk ke dalam kuburku….
Aku pernah sangat KAGUM pada manusia cerdas, manusia yang kaya sekali,
manusia yang berhasil dalam karir hidup dan hebat dunianya.
Sekarang aku memilih mengganti kriteria kekagumanku,
aku kagum dengan manusia yang hebat di mata Allah.
Manusia yang sanggup taat dan bertaqwa kepada Allah,
sekalipun kadang penampilannya begitu bersahaja……
Dulu aku memilih MARAH karena merasa harga diriku dijatuhkan,
ketika orang lain berlaku zhalim kepadaku atau menggunjingku,
menyakitiku dengan kalimat-kalimat sindiran.
Sekarang aku memilih BERSYUKUR dan berterima kasih,
karena ku yakin ada transfer pahala dari mereka..
ketika aku mampu memaafkan dan bersabar….
Aku dulu memilih, MENGEJAR dunia dan menumpuknya sebisaku..
ternyata aku sadari kebutuhanku hanya makan dan minum untuk hari ini
dan bagaimana cara membuangnya dari perutku.
Sekarang aku memilih BERSYUKUR dg apa yg ada…
dan memilih bagaimana aku bisa mengisi waktuku hari ini, dengan penuh makna…
dan bermanfaat untuk sesama.
Aku dulu berfikir bahwa aku bisa MEMBAHAGIAKAN orangtuaku,
saudara dan teman-temanku nanti kalau aku berhasil dengan duniaku…
ternyata yang membuat kebanyakan mereka bahagia bukan itu..
melainkan karena sikap, tingkah dan sapaku….
Aku memilih membuat mereka bahagia sekarang dengan apa yang ada padaku…
Dulu aku memilih untuk membuat RENCANA-RENCANA dahsyat untuk duniaku,
ternyata aku menjumpai teman dan saudara-saudaraku begitu cepat menghadap kepada-Nya.
Tak ada yang bisa menjamin aku besok bertemu matahari.
Tak ada yang bisa memberikan garansi aku masih bisa menghirup nafas keesokan hari.
Sekarang aku memilih memasukan dalam rencana-rencana besarku,
yang paling utama adalah agar aku selalu SIAP menghadap kepada-Nya…
Ya Allah berilah selalu petunjuk ketika aku MEMILIH…
Ya Allah berkahillah dan luruskanlah selalu langkah-langkahku…..

seni hidup

SENI tidak lebih penting daripada HIDUP
Namun HIDUP terasa MENYEDIHKAN bila TANPA SENI
Orang yang tidak tahu cara HIDUP YANG BAIK Harus bisa MENINGGAL dengan BAIK
Jika orang membungkus dirinya SENDIRI, Ia akan membuat BUNGKUSAN YANG CANTIK
Senyum adalah KUNCI pembuka RUMAH KEBAHAGIAAN
KASIH SAYANG adalah PINTUNYA
Sikap SELALU GEMBIRA adalah TAMANNYA
IMAN adalah CAHAYANYA
RASA AMAN adalah DINDINGNYA
KEBAHAGIAAN adalah ketika seseorang…
Memiliki WAJAH YANG CERAH,
kebun yang HIJAU,
Air minum yang SEJUK,
Buku (bacaan) YANG BERMANFAAT,
Hati yang BERSYUKUR,
Terjauh dari MAKSIAT,
Serta MENCINTAI KEBAIKAN
KENIKMATAN DUNIA adalah FATAMORGANA
PENDERITAAN atau MUSIBAH adalah PENGHAPUS DOSA
KEMARAHAN adalah API YANG MENGHANGUSKAN
WAKTU KOSONG adalah KERUGIAN
IBADAH adalah PERNIAGAAN
KENIKMATAN DUNIA berada dalam KESEHATAN
Kenikmatan MASA MUDA berada dalam SEMANGAT dan KREATIVITAS
KEMULIAAN ada dalam TAKWA
KEHORMATAN ada dalam HARTA
KEPRIBADIAN YANG BAIK ada dalam KESABARAN
Jangan TERLALU BERAMBISI untuk mengerjakan seluruh yang di dengar
Jangan terlalu BERHARAP kepada Teman
Jangan mengerjakan SELURUH KEINGINAN
KEUNGGULAN dalam BERKATA-KATA menciptakan KEPERCAYAAN DIRI
KEUNGGULAN dalam BERPIKIR menciptakan SESUATU YANG SANGAT BESAR
KEUNGGULAN dalam MEMBERI menciptakan CINTA
Orang yang SABAR dan TOLERAN akan DIHORMATI
Orang yang PELIT DAN SERAKAH akan DIBENCI
Orang yang GEMAR berbuat KEBAIKAN akan DICINTAI
Orang yang sering MEMINTA-MINTA akan DIJAUHI
Mereka yang ORIENTASI hidupnya untuk DUNIA
Maka ia hanya akan mendapatkan DUNIA
Bahkan bisa juga tidak mendapatkan apa-apa
Mereka yang ORIENTASI hidupnya untuk AKHIRAT, Ia akan mendapatkan KEDUANYA… DUNIA dan AKHIRAT.
TINDAKAN MANUSIA BISA DI MODIFIKASI Tetapi SIFAT MANUSIAWI tidak bisa di ubah
CINTA…KEBAHAGIAAN…KASIH SAYANG…PERSAUDARAAN DAN PERSAHABATAN…Tumbuh dari HATI YANG TULUS…
Ada SATU KATA yang membebaskan kita dari BEBAN HIDUP dan PENDERITAAN. SATU KATA itu adalah KASIH…
Hiduplah seperti BURUNG …
Yang selalu AKTIF MENCARI REZEKI pagi dan petang …
Dia tidak menghiraukan apa yang akan terjadi ESOK HARI …
Dia tidak pernah KHAWATIR akan HARI ESOK…
Dia juga TIDAK BERHARAP pada siapapun…
TIDAK BERGANTUNG pada siapapun…
KECUALI kepada TUHANNYA
TIDAK MENYAKITI siapapun…
Serta terbang kian kemari dengan RIANG dan PENUH KELEMBUTAN
Bila KELEMBUTAN MELEKAT pada sesuatu pastilah ia akan MENGHIASINYA
Apabila TERLEPAS ia juga akan MEMPERBURUKNYA
SELAMAT menjalani HIDUP dengan INDAH...

Jumat, 04 Januari 2013

Pangeran yang mempunyai sejuta Ibu

Sebagian orang memandang sang roh sebagai sesuatu yang mengherankan, sebagian orang menguraikan tentang dia sebagai sesuatu yang mengherankan, dan sebagian lagi mendengar tentang dia sebagai sesuatu yang mengherankan, sedangkan yang lainnya, walaupun mereka sudah mendengar tentang sang roh, tidak dapat mengerti sama sekali tentang dia itu.
Bhagavad-gita 2.29
Penyair Inggris William Wordsworth menulis dalam puisinya yang terkenal yaitu "Intimations of Immortality" (Gambaran Keabadian), "Kelahiran kita hanya berarti tidur dan lupa." Dalam puisi yang lain, ia menyampaikan kalimat berikut ini:
Wahai, si manis pendatang baru bumi yang berubah-ubah
Jika, seperti yang peramal telah perkirakan dengan tegas,
Engkau pernah bernyawa dan lahir sebagai manusia,
Dan dahulu kala telah diberkahi ayah dan ibu manusia,
Jauh, jauh sebelum ibumu sekarang memeluk
Engkau, orang yang tak dikenal dan tak berdaya, pada susunya yang membuatmu besar.
Dalam mengikuti cerita sejarah dari Srimad-Bhagavatam, putera Raja Citraketu mengungkapkan kelahiran-kelahirannya yang terdahulu dan mengajarkan Sang Raja dan Sang Ratu mengenai sifat sang roh yang tidak termusnahkan dari ilmu pengetahuan reinkarnasi.
Maharaja Citraketu mempunyai banyak istri, dan walau dia mampu menghasilkan keturunan, tidak satu anak pun yang lahir dari istri-istrinya. Pada suatu hari seorang resi ahli mistik bernama Angira berkunjung ke istana Citraketu. Sang Raja segera bangun dari tahta dan menghormat pada sang resi, sesuai adat Veda.
"Wahai, Maharaja Citraketu, aku dapat melihat bahwa pikiranmu risau. Wajahmu yang pucat pasi mencerminkan kecemasan yang mendalam. Apakah engkau belum mencapai tujuan-tujuan yang engkau inginkan?" Tanya sang resi.
Oleh karena Angira seorang ahli mistik yang hebat, ia tahu sebab-musabab kedukacitaan sang Raja, namun karena alasan-alasannya sendiri, beliau bertanya kepada Citraketu, seakan ia perlu keterangan.
Maharaja Citraketu menjawab, "Wahai Angira, oleh karena pertapaan dan kesederhanaan engkau yang luar biasa hebat, engkau telah memperoleh pengetahuan lengkap. Engkau dapat mengerti segala sesuatu, baik lahir maupun batin, tentang roh-roh yang mempunyai badan seperti hamba. Wahai roh yang mulia, engkau sadar akan segala sesuatu, namun engkau bertanya mengapa hamba cemas seperti ini. Karena itu, atas perintahmu, perkenankan hamba mengungkapkan sebab penderitaan hamba. Orang yang kelaparan tidak dapat dipuaskan dengan kalungan bunga. Dengan cara yang sama, kerajaan hamba yang luas dan kekayaan yang berlimpah ruah tak berarti lagi, sebab hamba kekurangan kekayaan sejati milik manusia. Hamba tidak mempunyai putera. Apakah engkau dapat menolong diri hamba untuk menjadi benar-benar bahagia dan mengubahnya agar hamba bisa mendapatkan anak?"
Angira sangat murah hati, dan beliau berkenan membantu Sang Raja. Angira menghaturkan korban suci istimewa kepada para dewa, kemudian memberikan sisa makanan korban suci itu kepada Krtadyuti, permaisuri Citraketu yang paling sempurna. "Wahai Sang Raja agung, sekarang engkau akan mendapatkan anak laki-laki yang menyebabkan sorak-sorai dan juga ratapan," ujar Angira. Kemudian sang resi pun menghilang, tanpa menunggu jawaban Sang Raja.
Citraketu riang sekali mendengar bahwa akhirnya dia akan mendapatkan anak, namun dia ingin tahu tentang kata-kata terakhir ucapan sang resi.
"Pastilah Angira bermaksud bahwa aku akan menjadi amat bahagia ketika anakku lahir. Tentu itu benar. Tapi apa maksud beliau mengatakan bahwa anak itu penyebab ratapan? Tentu saja, sebagai anak tunggal, dia akan menjadi ahli waris tahta kerajaanku. Lantaran itu, mungkin dia akan menjadi sombong dan tidak patuh. Mungkin itu yang akan menyebabkan kesedihan. Namun mempunyai anak yang tak patuh lebih baik ketimbang tanpa anak sama sekali."
Sesudah beberapa waktu, Krtadyuti hamil, lalu melahirkan seorang putera. Setelah mendengar berita ini, semua warga kerajaan mengadakan perayaan. Maharaja Citraketu tidak dapat membendung rasa bahagianya.
Sang Raja memanjakan puteranya dengan penuh perhatian, dan kasih sayangnya kepada Ratu Krtadyuti pun bertambah-tambah setiap hari. Perhatian Sang Raja terhadap istri-istrinya yang lain pudar berangsur-angsur. Para permaisuri lainnya selalu meratapi nasibnya, karena seorang istri yang tidak punya anak biasanya selalu diabaikan oleh suaminya di rumah, dan istri-istri yang lain memperlakukan dia selayaknya pembantu. Rasa iri dan rasa benci menyala-nyala dalam hati ratu-ratu yang tidak mempunyai anak itu. Ketika mereka semakin iri, nalar dan kecerdasan mereka lenyap sehingga hati mereka menjadi sekeras batu. Mereka mengadakan pertemuan rahasia dan memutuskan bahwa satu-satunya penyelesaian dilema mereka, dimana tiada cara lain bagi mereka untuk merebut kembali cinta kasih suami mereka, adalah dengan cara meracuni anak itu.
Di suatu senja, tatkala Ratu Krtadyuti sedang berjalan-jalan di halaman Istana, dia mengira puteranya sedang tidur dengan tenang di kamarnya. Oleh karena ia sangat mencintai anak itu dan hampir tak tahan untuk berpisah barang sedetik pun, dia menyuruh perawat agar membangunkan putera semata wayangnya untuk dibawa ke taman.
Namun ketika perawat mendekati anak itu, terlihat olehnya mata anak tersebut terbelalak menatap ke atas tanpa kedip, dan tanda-tanda hidup telah tiada. Dengan perasaan takut dan gugup ia mengambil segumpal kapas dan mendekatkannya ke lubang hidung si anak, namun kapas itu tak bergerak-gerak. Melihat kenyataan ini, dia berteriak-teriak, "Sekarang terhukumlah aku!" Dalam keadaan panik dia memukul-mukulkan kedua tangannya ke dada sambil menjerit-jerit histeris dengan suara keras, lalu pingsan. Beberapa saat kemudian, sang Ratu dengan perasaan was-was segera mendekati kamar puteranya. Dan mendengar suara isak tangis pengasuh puteranya, lalu dia menerobos ke kamar dan melihat bahwa anaknya sudah mati. Karena kesedihannya yang sangat mendalam, Sang Ratu jatuh tak sadarkan diri dengan rambut dan baju yang tercerai-berai.
Ketika Sang Raja mendengar berita tentang kematian puteranya yang mendadak, matanya hampir-hampir buta lantaran sedih. Rasa sedihnya bangkit bagaikan lautan api. Sang Raja berlari untuk melihat puteranya yang telah tiada, dan terjatuh-jatuh berulang kali. Raja masuk ke dalam kamar dengan iringan para menteri dan pejabat kerajaan, lalu merebahkan diri di kaki anak itu, rambut dan pakaiannya semrawut. Ketika sang Raja sadar kembali, nafasnya terasa berat, air matanya membanjir, dan mulutnya terkunci rapat. Ketika Sang Ratu melihat suaminya tenggelam dalam rasa sedih yang dalam di sisi mayat puteranya, dia pun mulai mengumpat-umpat Yang Mahakuasa. Hal ini memperparah rasa sakit di dalam hati semua penghuni istana. Kalungan-kalungan bunga Sang Ratu terlepas dari badannya, dan rambut halusnya yang hitam legam dan rapi menjadi acak-acakan. Derai air mata melumuri bedak di bawah matanya.
"Wahai Yang di atas sana! Selama masa hidup sang ayah, Engkau telah menyebabkan kematian anaknya. Engkaulah musuh makhluk hidup dan yang tidak mempunyai rasa kasih sayang apa pun." Lalu Sang Ratu berpaling kepada putera tercintanya, dan berkata, "Anakku sayang, ibu tak berdaya dan sangat sedih. Engkau seharusnya tidak berhenti jadi teman ibu. Bagaimana engkau bisa meninggalkan ibu? Lihatlah ayahmu yang sedang dalam kedukaan! Engkau telah tidur sangat lama. Sekarang bangunlah. Teman-teman bermainmu memanggil-manggil untuk bermain. Engkau pasti sangat lapar, jadi bangunlah segera dan santap makan siangmu. Anakku sayang, ibulah orang yang paling sial, karena ibu tidak lagi bisa melihat senyumanmu yang manis, kau telah menutup matamu untuk selama-lamanya. Kau telah dibawa dari planet ini ke tempat lain, dimana engkau tak akan pernah kembali. Anakku sayang, karena ibu tak bisa mendengar suaramu yang menyenangkan, ibu tidak bisa hidup lebih lama lagi."
Sang Raja mulai menangis keras-keras dengan mulut menganga lebar. Oleh karena ayah dan ibu anak tersebut sedang dalam duka yang mendalam, para pengikut setianya ikut-ikutan meratapi kematian anak yang belum saatnya itu. Semua warga kerajaan hampir tak sadarkan diri dengan duka yang amat dalam gara-gara petaka mendadak itu.
Ketika sang resi Angira mengerti bahwa sang Raja hampir-hampir mati tenggelam dalam lautan kesedihan, ia datang bersama kawannya, Resi Narada.
Dua resi itu menemui Sang Raja yang sedang tenggelam dalam kesedihan dan yang tergeletak seperti mayat di sisi jasad puteranya. Angira menyapa sang Raja dengan tegas, "Bangun dari kegelapan kebodohan! Wahai Raja, ada hubungan apa antara mayat itu dengan dirimu, dan engkau mempunyai hubungan apa engan dengannya? Mungkin engkau mengatakan bahwa kini engkau mempunyai hubungan sebagai ayah dan anak, tetapi apakah engkau menganggap hubungan ini sudah betul-betul ada sebelum ia lahir? Apakah hubungan itu benar-benar ada sekarang? Apakah hubungan itu akan berlangsung terus sekarang sesudah dia mati? Wahai Raja, bagaikan butir-butir pasir yang kadang-kadang bergabung dan kadang-kadang dipisahkan oleh kekuatan gelombang-gelombang samudera, begitu pula para makhluk hidup yang telah menerima badan-badan jasmani kadang-kadang berkumpul dan kadang-kadang dipisahkan oleh kekuatan waktu." Angira ingin supaya sang raja mengerti bahwa segala hubungan jasmani bersifat sementara.
"Wahai sang Raja tercinta," kata resi Angira, "Waktu aku datang ke Istanamu untuk kali pertama, aku sanggup memberikan hadiah paling berharga kepadamu—yaitu pengetahuan rohani—tetapi ketika aku melihat pikiranmu sedang terikat keduniawian, aku hanya memberikan seorang putera kepadamu, dan ia menyebabkan sorak-sorai dan ratapan bagimu. Sekarang engkau pun telah mengalami kesedihan yang dialami oleh orang-orang yang mempunyai putera dan puteri. Obyek-obyek yang dapat dilihat, seperti misalnya istri, anak-anak, dan harta benda, tak lebih daripada impian. Karena itu, Maharaja Citraketu, cobalah mengerti siapa dirimu yang sebenarnya. Pikirkanlah, engkau berasal darimana, dan kemanakah dirimu sesudah meninggalkan badan ini, dan mengapa engkau dikendalikan oleh penyesalan duniawi."
Kemudian Narada Muni melakukan sesuatu yang sangat ajaib. Dengan kekuatan gaibnya, Narada Muni membawa arwah anak raja yang telah meninggal itu hingga terlihat oleh semua orang. Segera ruang kamar itu menjadi terang-benderang oleh cahaya yang menyilaukan, dan anak yang mati itu mulai bergerak-gerak. Narada berkata, "Wahai makhluk hidup, semoga kau memperoleh segala kebaikan. Lihatlah ayah dan ibumu. Semua kawan-kawan dan sanak keluarga merasa sedih gara-gara kau mati. Oleh karena kau meninggal sebelum waktunya, sisa hidupmu masih ada. Karena itu kau boleh masuk lagi ke dalam tubuhmu dan menikmati sisa usia yang telah diberikan padamu dalam badan ini bersama kawan-kawan dan sanak keluargamu, dan kemudian kau boleh menerima tahta kerajaan dan segala kekayaan yang diberikan oleh ayahmu."
Dengan kesaktian Narada, entitas hidup itu masuk lagi ke dalam mayat. Anak yang tadinya mati, bangkit dan mulai berbicara, bukan dengan kepandaian seorang anak, melainkan dengan kecerdasan yang sepenuhnya sebagai roh yang sudah mencapai kebebasannya. "Menurut hasil kegiatan duniawiku, aku, entitas hidup, berpindah-pindah dari satu badan ke badan yang lain, kadang-kadang di dalam jenis kehidupan para dewa, kadang-kaang dalam jenis binatang-binatang yang lebih rendah, kadang-kadang di dalam tumbuh-tumbuhan, dan kadang-kadang sebagai manusia. Di antara semua itu, dalam kehidupanku yang manakah dua orang ini menjadi ayah dan ibuku? Sebenarnya tak seorang pun yang pernah menjadi ayah dan ibuku. Aku sudah mempunyai berjuta-juta orang yang namanya ayah dan ibu. Bagaimana mungkin aku mengklaim dua orang ini sebagai ayah dan ibuku?"
Dalam Veda diajarkan bahwa entitas hidup yang kekal memasuki badan terbuat dari unsur-unsur material. Di sini kita melihat bahwa roh hidup seperti itu memasuki badan yang dihasilkan oleh Maharaja Citraketu dan istrinya. Akan tetapi, sebenarnya dia bukan anak mereka. Entitas hidup adalah putera kekal dari Personalitas Tuhan Yang Mahaesa, tetapi oleh karena dia ingin menikmati dunia material ini, Tuhan memberinya kesempatan untuk masuk aneka jenis badan. Namun entitas hidup yang murni tidak mempunyai hubungan sejati dengan badan jasmani yang didapat dari ayah dan ibunya. Karena itu, sang roh yang telah menerima badan sebagai anak Citraketu menolah mentah-mentah bahwa Sang Raja dan Sang Ratu adalah orangtuanya.
Sang roh terus berbicara, "Di dunia material, yang sifatnya seperti sungai yang mengalir deras, setiap orang bisa menjadi teman, sanak keluarga, dan musuh karena perjalanan waktu. Mereka juga bertindak secara netral ataupun dalam banyak hubungan yang lain. Tapi meskipun mereka terlibat dalam beragam hubungan timbal balik seperti itu, tak seorang pun yang mempunyai hubungan yang abadi."
Citraketu meratapi puteranya, yang kini sudah menjadi mayat, sayangnya ia tidak dapat mempertimbangkan keadaan itu dari sudut yang berbeda. Ia tidak bisa berpikiran, "entitas hidup ini adalah musuhku dalam kelahiran yang lalu,, dan kini setelah ia hadir sebagai anakku, ia meninggalkanku sebelum waktunya untuk menyiksaku dengan rasa duka dan kepedihan yang mendalam kepadaku." Ketimbang meratapinya, mengapa Sang Raja tidak menganggap anak yang meninggalkannya itu sebagai mantan musuhnya lalu bersorak-sorai saja karena musuhnya sudah mati?
Entitas hidup yang berada di dalam badan anak Citraketu berkata, "Seperti halnya emas dan komoditas lainnya yang selalu dipindah-tempatkan ke tempat lain dengan cara jual-beli, begitu pula entitas hidup, sebagai hasil dari karma-nya, mengembara di seluruh alam semesta, dan dimasukkan ke dalam aneka jenis badan dalam bermacam-macam jenis kehidupan melalui sperma sorang ayah secara berulang-ulang."
Sebagaimana dijelaskan dalam Bhagavad-gita, bukankah dari seorang ayah maupun seorang ibu, entitas hidup memperoleh kelahirannya. Identitas asli dari entitas hidup sepenuhnya terpisah dari mereka yang disebut ayah dan ibu. Menurut hukum-hukum alam, sang roh dipaksa masuk ke dalam sperma seorang ayah lalu masuk ke rahim seorang ibu. Dia tak dapat memilih-milih secara langsung jenis ayah yang dia terima; hal ini ditentukan secara langsung oleh aktivitas masa lalunya. Hukum-hukum karma memaksa dia mengembara ke berbeda-beda orangtua, bagaikan barang-barang yang diperjual-belikan.
Kadang-kadang entitas hidup berlindung kepada ayah dan ibu binatang dan kadang-kadang kepada ayah dan ibu manusia. Kadang-kadang ia menerima ayah dan ibu dari kalangan burung, dan kadang-kadang ia menerima ayah dan ibu dewa di planet-planet surgawi.
"Entitas hidup itu kekal," lanjut roh yang murni itu "dan ia tidak mempunyai hubungan apa pun dengan mereka yang disebut ayah dan ibunya. Ia keliru mengakui dirinya sebagai anak mereka dan bertindak dengan kasih sayang. Akan tetapi, sesudah ia meninggal, hubungan itu berakhir. Oleh karena keadaan seperti ini, hendaknya orang jangan pernah terkecoh oleh kegembiraan maupun oleh penyesalan. Entitas hidup kekal adanya dan tak dapat dimusnahkan, ia tidak berawal dan tidak berakhir, dan ia tidak lahir ataupun mati. Makhluk hidup mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan. Keduanya berpersonalitas rohani. Namun karena entitas hidup begitu kecil, ia cenderung disesatkan oleh ilusi energi material, dan karena itu ia menciptakan badan-badan bagi dirinya menurut keinginan dan kegiatannya yang berbeda-beda."
Veda-veda memberitahu kita bahwa sang roh bertanggung jawab terhadap kehidupan-kehidupan dia di dunia material, yaitu tempat ia terperangkap dalam peredaran reinkarnasi dan menerima badan-badan jasmani berulang kali. Jikalau dia mau demikian, boleh-boleh saja ia tetap menderita dalam penjara kehidupan duniawi, ataupun ia boleh kembali ke tempat tinggal yang asli, dunia rohani. Walau Tuhan telah mengatur melalui energi material untuk memberi badan-badan kepada para makhluk hidup sesuai keinginannya, keinginan Tuhan yang sebenarnya adalah agar roh-roh yang terikat itu lepas dari peredaran kehidupan material yang menghukum mereka dan pulang kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tiba-tiba anak itu diam, hal itu dikarenakan sang roh yang murni telah meninggalkan badan anak itu, lalu badan yang tanpa nyawa itu pun tergeletak di lantai. Citraketu serta sanak keluarganya terheran-heran. Mereka memutus belenggu kasih sayang duniawinya dan berhenti meratapi kematian, lalu melakukan upacara dan membakar jasad anak tersebut. Istri-istri Citraketu selain Krtadyuti, yang telah meracuni anak itu, sangat malu sekali. Sambil menyesali, mereka mengenang ajaran Angira dan meninggalkan ambisi mereka untuk mendapatkan seorang anak. Dengan mengikuti petunjuk-petunjuk dari pendeta brahmana, mereka pergi ke tepi sungai suci Yamuna, mandi dan berdoa setiap hari, untuk menebus kegiatan berdosa mereka.
Oleh karena Maharaja Citraketu dan permaisurinya telah menjadi sadar sepenuhnya tentang pengetahuan spiritual, termasuk pula ilmu pengetahuan reinkarnasi, dengan amat mudah mereka meninggalkan kasih sayang yang menyeret seseorang hingga merasa sakit, takut, sedih, dan sesat. Walau ikatan terhadap badan jasmani sulit sekali diatasi, mereka mampu memutuskan ikatan itu dengan pedang pengetahuan transendental, mereka dapat menanggalkan ikatan itu dengan begitu mudah.

Logika reinkarnasi


Apakah anda pernah berpikir bahwa perpindahan sang roh sekaligus merupakan penjelasan dan alasan tentang kejahatan yang ada di dunia? Jika hal-hal yang buruk yang kita alami adalah akibat dosa yang dilakukan dalam kehidupan-kehidupan kita yang lalu, kita dapat menerima hal-hal yang buruk itu dengan ketabahan hati dan harapan bahwa kalau dalam kehidupan ini kita berjuang menuju kebaikan, maka kehidupan-kehidupan kita yang akan datang akan kurang menderita.
—W. Somerset Maugham,
The Razor's Edge
Dua orang anak lahir bersamaan pada hari yang sama. Orang tua anak pertama adalah orang kaya yang terdidik, dan telah menantikan kelahiran anak pertamanya itu selama bertahun-tahun. Anak mereka, seorang anak laki-laki, yang cerdas, sehat, dan menawan, dengan harapan dan masa depan yang cerah. Tentu nasib baik telah berpihak padanya.
Anak kedua masuk dunia yang kontan berbeda. Dia lahir dari seorang ibu yang ditinggal suami di saat hamil muda. Ibu tersebut amat melarat; karena itu, kecil harapan untuk dapat membesarkan bayinya yang sakit-sakitan itu, dan tentu akan sulit mengubah masa depan suram yang penuh kesulitan yang tak mudah diatasi.
Tampaknya dunia dipenuhi oleh hal-hal yang timpang seperti ini, perbedaan mencolok dan sering menimbulkan pertanyaan: "Bagaimana Tuhan begitu tidak adil? Apa yang telah dilakukan George dan Mary sehingga anak mereka lahir tuna netra? Padahal mereka orang baik-baik. Kiranya Tuhan begitu tidak murah hati!"
Akan tetapi, dengan prinsip-prinsip reinkarnasi sangat memungkinkan kita memandang kehidupan ini dengan perspektif yang jauh lebih luas—yaitu dari sudut keabadian. Dari sudut pandang tersebut, satu kehidupan singkat tidak dilihat sebagai titik awal keberadaan kita namun tak lebih dari sekilas waktu, dan kita dapat mengerti bahwa adanya orang-orang yang begitu saleh yang mungkin sangat menderita adalah sedang menuai hasil kegiatan dia yang tak beriman baik kini ataupun dalam kehidupan-kehidupan sebelumnya. Dengan visi yang luas mengenai keadilan alam semesta, kita dapat melihat bagaimana setiap roh bertanggung jawab atas karma-nya sendiri.
Perbuatan kita ibarat biji-bijian. Mula-mula berbuat, atau ditanam, dan setelah beberapa waktu, ia membuahkan hasil, lalu melepas reaksi-reaksinya sebagai akibat. Reaksi-reaksi seperti itu dapat menghasilkan derita atau kenikmatan bagi sang makhluk hidup, dan mungkin ia menyikapi hal-hal itu dengan menumbuh-kembangkan watak baiknya atau sebaliknya menjadi semakin mendekati karakter binatang. Dalam kedua keadaan tersebut, hukum-hukum reinkarnasii berlaku tanpa pilih kasih untuk memberi hadiah kepada setiap makhluk hidup berupa nasib-nasib yang harus diterima akibat perbuatan dia sebelumnya.
Seorang narapidana memilih masuk penjara gara-gara sengaja melanggar hukum, sedangkan orang lain mungkin diangkat menjadi hakim di Pengadilan Tinggi berkat prestasi tinggi yang dicapainya dalam pengabdian. Dengan cara yang sama, sang roh memilih nasibnya sendiri, termasuk pula pilihan bentuk jasmani tertentu, berdasarkan keinginan dan perbuatan masa lampau dan sekarang. Tidak semua orang yang dapat menyesalinya secara sungguhan, "Saya tidak minta dilahirkan!" Dalam pola kelahiran dan kematian yang dialami di dunia material ini, "manusia mengajukan dan Tuhan menentukan."
Seperti halnya seorang memilih mobil berdasarkan mobil kebutuhan dan daya belinya, begitu pula halnya dengan alam material ini akan membalas keinginan dan perbuatan kita, dengan mengatur badan yang akan datang. Jika seorang manusia menyia-nyiakan nilai kehidupan manusianya, yang hanya dimaksudkan untuk keinsafan diri, dengan menjadi sibuk dalam kegiatan binatang berupa makan, tidur, hubungan seks (yang tidak sah), dan membela badannya, maka Tuhan akan mengijinkan ia untuk ditempatkan di dalam jenis kehidupan dengan fasilitas yang lebih besar untuk kenikmatan indera-indera seperti itu, tanpa gangguan rintangan dan tanggung jawab yang dialami dalam bentuk manusia.
Misalnya orang rakus hobby makan, makan dengan melahap segala macam makanan tanpa pilih-pilih, mungkin dia akan dihadiahi badan babi atau kambing oleh alam material. Tipe seperti itu paling cocok dan memungkinkan bagi dia untuk menikmati sampah tanpa memilah-milahnya.
Jika dilihat sepintas, mungkin sistem liberal tentang penghargaan dan mengganjar dengan hukuman tanpa pandang bulu, kelihatannya mengejutkan, namun sistem itu adil secara sempurna dan cocok dengan konsepsi Tuhan sebagai Yang Mahaadil dan Mahapengasih. Makhluk hidup memerlukan badan yang cocok guna menikmati kepuasan indera-indera pilihannya. Untuk memenuhi keinginan entitas hidup sebagaimana mestinya, alam menempatkan entitas hidup di dalam badan yang diinginkannya, dan untuk itu memang patut untuk dapat memenuhi keinginan-keinginan individu tersebut.
Salah pengertian umum yang lain akan dihapus oleh logika reinkarnasi yang jelas yaitu mengenai dogma keagamaan yang mengatakan bahwa segala sesuatu tergantung pada perbuatan kita dalam hidup ini semata, dengan peringatan bahwa kalau kita menjalani hidup yang berdosa dan dilemparkan ke daerah-daerah neraka yang paling gelap untuk selama-lamanya sebagai hukuman—tanpa harapan pengampunan. Dapat dimengerti, dan sangat sensitif, tentang orang-orang yang ber-Tuhan di mana mereka lebih menggunakan sistem pengadilan terakhir yang mendekati sifat kejahatan seperti itu ketimbang kemuliaan. Apakah mungkin manusia lebih memperlihatkan rasa kasihan atau rasa sayang terhadap orang lain, sedangkan Tuhan tidak memiliki perasaan seperti itu? Ajaran-ajaran seperti itu menggambarkan Tuhan sebagai seorang ayah yang kejam yang mengabaikan anak-anak-Nya yang tersesat, kemudian menyaksikan hukuman dan penyiksaan mereka yang tiada habisnya.
Mengajarkan hal yang tidak masuk akal seperti itu sama dengan meniadakan hubungan cinta kasih yang kekal antara Tuhan dan ekspansi-ekspansi dekat-Nya, yaitu para makhluk hidup. Menurut definisi (manusia dibuat mirip dengan Tuhan), Tuhan pasti memiliki seluruh sifat yang berada pada derajat tertinggi. Salah satu di antara sifat-sifat itu adalah kasih sayang. Paham bahwa sesudah satu kehidupan yang singkat, seorang manusia dapat ditaruh dalam penderitaan di neraka untuk selama-lamanya adalah tidak cocok dengan konsep tentang adanya satu kemahakuasaan yang memiliki karunia tak terbatas. Seorang ayah biasa pun memberikan lebih dari satu kesempatan kepada anaknya untuk menyempurnakan tujuannya.
Dalam kesusasteraan Veda sifat murah hati Tuhan dipuja dan dipuji secara berulang-ulang. Krsna sangat murah hati, bahkan terhadap mereka yang benci kepada Dia sekalipun, sebab Krsna bersemayam di dalam hati setiap orang dan memberikan kesempatan kepada semua makhluk hidup untuk mencapai impian dan cita-citanya. Sebenarnya, karunia Tuhan tiada habisnya; karunia Krsna tidak terhingga. Karunia-Nya juga tiada pamrih. Mungkin lantaran kita telah berbuat dosa sehingga membuat kita tidak patut menerima karunia, namun Tuhan begitu mencintai setiap makhluk hidup sehingga berulang kali Dia memberikan kesempatan-kesempatan kepada mereka untuk melampaui lingkaran kelahiran dan kematian
Dewi Kunti, seorang penyembah Krsna yang mulia menyampaikan kepada Krsna, "Engkau adalah Pengendali Yang Paling Utama, yang tidak berawal dan tidak berakhir, dan dalam membagikan karunia selalu tanpa pamrih. Engkau bersikap merata terhadap semua orang." (Srimad-Bhagavatam 1.8.28). Akan tetapi, jika seseorang selalu berada jauh-jauh dari Tuhan, itu bukan lantaran ada dendam dari pihak Tuhan, melainkan karena dia sendiri yang memilihnya demikian secara berulang kali. Sir William Jones, yang telah memperkenalkan filsafat Veda di Eropa, pada dua ratus tahun silam menulis begini, "Saya bukan orang Hindu, tetapi saya menganggap ajaran-Nya mengenai keadaan yang akan datang (reinkarnasi) jauh lebih rasional, lebih saleh, dan lebih besar kemungkinannya dapat mempengaruhi orang-orang sehingga mereka tidak sampai melakukan kejahatan dibanding dengan pendapat-pendapat yang memberikan gambaran mengerikan yang mengemuka mengenai hukuman yang tiada habisnya."
Menurut ajaran reinkarnasi, Tuhan menerima dan memelihara sejumlah perbuatan yang baik walau itu berjumlah kecil yang dilakukan orang yang secara umum jahat. Jarang sekali kita melihat orang yang seratus persen berdosa. Karena itu, jika makhluk hidup mencapa kemajuan spiritual secuil saja dalam kehidupan sekarang ini, maka untuk yang akan datang dia diperkenankan maju terus dari tingkat itu. Krsna memberitahu Arjuna yang sebagai muridnya dalam Bhagavad-gita "Dalam usaha keras ini (kesadaran Krsna) tiada kerugian maupun pengurangan, dan kemajuan sedikit pun dalam menempuh jalan ini dapat melindungi orang dari segala macam rasa takut yang paling besar (kembali ke bentuk yang lebih rendahdari manusia dalam kehidupan yang akan datang)" Demikian sang roh dapat mengembangkan sifat-sifat rohani yang ada di dalam hatinya melalui banyak penjelmaan, sampai akhirnya sang roh tidak harus lahir kembali dengan badan material, sampai sang roh kembali ke tempat tinggalnya yang asli di dunia rohani.
Inilah berkat istimewa yang ada dalam hidup manusia—walau menurut nasib seseorang ia harus menderita sangat banyak akibat kejahatan yang ia lakukan dalam hidup ini dan dalam kehidupan-kehidupan yang lalu, namun jika ia mulai melakukan metode kesadaran Krsna, ia dapat mengubah karma-nya. Roh di dalam badan manusia berada di titik pertengahan dalam evolusi. Dari tingkat itu makhluk hidup dapat memilih untuk melorot atau bebas dari reinkarnasi.

Kematian, bagian dari lautan kehidupan

"Katakan, Darvish, apa yang terjadi pada saat kematian?"—tanya seorang Sultan.
"Kematian? Kenapa menanyakan tentang kematian? Kenapa tidak tentang kehidupan? Lagipula, Sultan, begitu banyak alim ulama dan cendikiawan yang mengililingi Baginda. Mereka pandai menafsirkan ayat-ayat suci. Tanyakan kepada mereka."—jawab Sang Darvish, Sang master.
"Saya sudah menanyakan kepada mereka, dan jawaban mereka sangat tidak memuaskan."
"Ah, kalau begitu Baginda sedang mencari jawaban yang bisa memuaskan. Berarti, Baginda sudah memiliki pandangan. Lalu, setiap jawaban dicocok-cocokkan dengan pandangan itu. Rupanya, sementara ini tidak ada jawaban yang cocok dengan pandangan Baginda. Dan Baginda tidak puas."
Sang Sultan diam sejenak. Ia seorang pemimpin yang bijak dan memahami betul maksud Sang Darvish, "Mungkin, mungkin Darvish—mungkin demikian. Tetapi di atas segalanya, aku sedang mencari kebenaran."
"Mencari kebenaran, Aalam-Panaah (Pelindung Dunia—bhs. Persia)? 'Kebenaran'—Al-Haqq?"
"Ya, Kebenaran."
"Tetapi Kebenaran itu sangat menyilaukan. Seperti cahaya seribu matahari. Sanggupkah Baginda menatapnya?"
"Aku akan berusaha..."
"Baik, baik. Jika demikian, dengarkan! Kau bukan seorang Sultan; bukan pula Aalam-Panaah, karena sesungguhnya yang melindungi alam semesta adalah Kebenaran itu sendiri. Kau pun dalam perlindungannya. Kau tidak lebih baik daripada cacing yang hidup dan mati di kali."—suara Sang Darvish seperti petir.
Wajah Sang Sultan menjadi merah, tetapi ia berhasil menahan luapan amarahnya, "Terima kasih. Ya, Kebenaran itu sangat menyilaukan. Dan, untuk sesaat mataku pun hampir tertutup. Tetapi, aku masih sadar. Ya, aku tidak lebih baik daripada cacing yang lahir dan mati di kali. Itulah kebenaran diriku—kebenaran diri setiap insan, setiap makhluk hidup. Dibekali dengan kesadaran ini, layakkah aku mengetahui tetang kematian? Apa hakikat kematian?"
"Terbukti matamu bisa tahan silau. Tetapi, bagaimana dengan telingamu? Mampukah kedua telingamu mendengarkan Kebenaran? Suara Kebenaran melebihi suara geledek. Selaput telingamu bisa robek."
"Apa gunanya sepasang telinga yang tidak mampu mendengarkan Kebenaran? Biarkan selaput telingaku robek, aku tetap ingin mendengarkan Suara Kebenaran."—desak Sang Sultan.
"Baiklah, pada suatu ketika nanti aku akan datang ke istanamu, untuk menyampaikan Suara Kebenaran. Sekarang, pulanglah ke istanamu. Allah Haafiz—Semoga Allah melindungi kamu."—dan tanpa menunggu jawaban Sultan, Sang Darvish masuk kembali ke dalam gubuknya.
*****
Setahun kemudian, Sang Darvish mendatangi istana Sultan. Begitu diberitahu tentang kedatangan Darvish, Sultan pun bergegas ke gerbang utama untuk menjemputnya. Turut serta bersama Sultan, Sang Putra Mahkota—anak tunggal Sang Sultan. Mereka menyalami Sang Darvish, "Selamat datang. Silakan masuk Darvish."
"Tunggu dulu, biarkan aku memberkati putramu dulu."—kata Sang Darvish.
Lalu, ia menepuk-nepuk kepala pangeran seraya memberkatinya, "Kamu akan mati."
Sang Sultan seperti tidak mempercayai telinganya sendiri, "Apa?"
Di antara para menteri bahkan ada yang sudah mengeluarkan pedang dari sarungnya.
"Apa yang kau katakan, Darvish? Untuk itukah kau datang ke sini? Untuk mengutuk anakku? Untuk menyumpahinya?"—Sang Sultan marah betul.
"Untuk mengutuk anakmu? Untuk menyumpahinya? Apa yang kau katakan, Sultan? Apa maksudmu?"—tanya si Darvish.
"Bukankah itu kutukan? Kata-katamu itu... oh semoga Allah mengampunimu! Bukankah kau menyumpahi anakku? Menyumpahi putra mahkota?"
"Kau keliru menafsirkan kata-kataku. Untuk apa aku harus mengutuk anakmu? Untuk apa aku harus menyumpahinya? Aku hanya memberikan sebuah pernyataan, 'Kau akan mati'. Dan pernyataanku itu berlaku bagi setiap insan, bagi setiap makhluk hidup. Yang lahir pasti akan mati. Aku hanya menyampaikan Kebenaran, Sultan. Kau pernah menanyakan, dan aku datang untuk menyampaikannya. Sultan, rupanya kau belum bisa menerima Kebenaran."
Sang Sultan mengenang kembali pertemuannya dengan Darvish itu. Ia masih ingat kata-kata Sang Darvish, "......bagaimana dengan telingamu? Mampukah kedua telingamu mendengarkan Kebenaran? Suara Kebenaran melebihi suara geledek. Selaput telingamu bisa robek."
Ia menundukkan kepalanya, "Benar, Darvish, kau benar... Suara Kebenaran melebihi suara petir, suara geledek. Selaput telingaku hapir robek."
"Itulah kebenaran. Pahit, sulit diterima. Hanya para pemberani yang bisa menerimanya. Dengarkan, Sultan—kematian itulah pintu menuju Kebenaran. Di balik kematian itu akan kau temukan Kebenaran. Kelahiran dan kematian ibarat ombak dalam lautan kehidupan. Sesaat ada, sesaat lagi tidak ada. Lautan kehidupan itulah Kebenaran, itulah Allah."
"Lautan Kehidupan, Kebenaran, Allah... Lalu untuk apa kelahiran ini? Untuk apa kematian ini? Untuk apa ada ombak?"
"Tanyakan pada laut, dan ia akan menertawakan kamu. Ombak? Ombak apa? Semuanya ini aku. Tidak ada yang terpisah dariku!"
Sang Sultan membisu. Ia baru sadar. Yang sedang ia hadapi bukanlah ombak—tetapi lautan kehidupan. Ombak tidak pernah berpisah dari laut. Yang melihat perpisahan adalah mereka yang belum menyatu, belum bersatu dengan laut. Mereka masih berada di pantai. Mereka merayakan munculnya ombak—itu yang mereka sebut "kelahiran". Lalu mereka menyayangkan lenyapnya ombak—itu yang mereka sebut "kematian". Padahal kelahiran itu tidak ada, kematian pun tidak ada. Yang ada hanyalah lautan kehidupan.
"Kenapa para alim-ulama, para cendikiawan tidak dapat melihat kebenaran itu?"—tanya Sang Sultan. Tetapi, sudah terlambat. Yang menjawab sudah tidak ada lagi. Sang Darvish sudah pergi. "Ah, aku terlambat lagi."—pikir Sang Sultan.
"Terlambat untuk apa?"—tanya tiupan angin yang kebetulan sedang lewat.
"Terlambat bertanya. Dan, sekarang Darvish itu sudah tidak ada. Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku."
"Pertanyaan dan jawaban bagaikan kelahiran dan kematian. Dalam kelahiran ada kematian, dan dalam kematian ada kelahiran. Dalam pertanyaan ada jawaban, dan dalam jawaban ada pertanyaan."—sambil berkicau, seekor burung menjawabnya.
Seorang darvish, lalu tiupan angin, dan sekarang kicauan burung. Mereka semua sedang menjawab pertanyaannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara muezzin, "Allahu Akbar......"
Ya, Allah Maha Besar, Maha Luas...... Dan untuk terakhir kalinya, Sang Sultan bingung kembali. Kebingungan yang indah, yang manis, "Ke arah mana aku harus menoleh? Apa yang harus kujadikan kiblatku? Di mana-mana kulihat Wajah-Nya......"
*****
Tiupan angin menyebarkan ihwal kebingungan Sang Sultan. Kicauan burung menyampaikannya sampai ke pelosok-pelosok.
Sore itu, para alim-ulama dan cendekiawan berkumpul, "Sultan kita sudah dipengaruhi oleh seorang darvish yang tidak tahu-menahu tentang peraturan agama. Kita harus bersatu untuk menyingkirkan dia dari kekuasaan. Ia harus turun, karena sudah tidak layak menjadi pemimpin lagi. Ia menyangsikan peraturan agama tentang kiblat. Ia seorang murtad, kafir..."
Bersama, mereka mengeluarkan fatwa:
"Ketahuilah, rakyat yang saleh dan taat pada peraturan agama, bahwa yang memimpin kalian selama ini telah menyangsikan akidah agama. Oleh karena itu, ia tidak patut menjadi pemimpin lagi."
Kembali tiupan angin berlaga dan berita ini pun tersebar dalam sekejap. Sang Sultan yang masih bingung dan belum bisa menentukan kiblatnya mendengarkan pula. Lalu, tiba-tiba ia ketawa terbahak-bahak, "Ah, demikianlah Kebenaran.........."
Malam itu, ia meninggalkan istananya.
*****
Dalam pengembaraannya, pada suatu ketika ia bertemu dengan Sang Darvish. Tidak terjadi dialog apa pun. Mereka saling peluk-pelukan. Lalu, sesaat kemudian berpisah kembali. Masing-masing melanjutkan perjalanannya.....

Kekuatan Tanpa-Kekerasan

Pada tanggal 9 Juni ia memberikan ceramah di Universitas Puerto Rico dan bercerita bagaimana memberikan contoh tanpa-kekerasan yang dapat diterapkan di sebuah keluarga.
Waktu itu saya masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama di orangtua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek saya, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika Selatan. Kami tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tak heran bila saya dan dua saudara perempuan saya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.
Suatu hari, ayah meminta saya untuk mengantarkan beliau ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan, saya sangat gembira dengan kesempatan itu. Tahu bahwa saya akan pergi ke kota, ibu memberikan daftar belanjaan yang ia perlukan. Selain itu, ayah juga meminta saya untuk mengerjakan beberapa pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.
Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kau di sini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama- sama."
Segera saja saya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diberikan oleh ayah saya. Kemudian, saya pergi ke bioskop. Wah, saya benar-benar terpikat dengan dua permainan John Mayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 5:30, langsung saya berlari menunju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayah yang sudah menunggu saya. Saat itu sudah hampir pukul 6:00.
Dengan gelisah ayah menanyai saya, "Kenapa kau terlambat?"
Saya sangat malu untuk mengakui bahwa saya menonton film John Wayne sehingga saya menjawab, "Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu."
Padahal, ternyata tanpa sepengetahuan saya, ayah telah menelepon bengkel mobil itu.
Dan, kini ayah tahu kalau saya berbohong. Lalu ayah berkata, "Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik-baik."
Lalu, ayah dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya, ayah mulai berjalan kaki pulang ke rumah.
Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Saya tidak bisa meninggalkan ayah, maka selama lima setengah jam, saya mengendarai mobil pelan-pelan di belakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayah hanya karena kebohongan yang bodoh yang saya lakukan.
Sejak itu saja tidak pernah akan berbohong lagi.
Seringkali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa-kekerasan? Saya kira tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama lagi.
Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa-kekerasan yang sangat luar biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah kekuatan tanpa-kekerasan.
1Dr. Arun Gandhi adalah cucu Mahatma Gandhi dan pendiri Lembaga M.K. Gandhi untuk Tanpa-Kekerasan.

Ayah, Kembalikan Tangan Dita...

Buat semua yang telah menjadi orangtua dan atau calon orangtua.... Ingatlah... semarah apapun, janganlah kita bertindak berlebihan. Sebagai orang tua, kita patut untuk saling menjaga perbuatan kita especially pada anak-anak yg masih kecil karena mereka masih belum tahu apa-apa.
Ini ada kisah nyata yg berjudul "Ayah, kembalikan tangan Dita..."
Sepasang suami isteri --seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini!!!"
Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan "Saya tidak tahu... tuan." "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Dita yang membuat gambar itu ayahhh.. cantik ...kan!" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan.
Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa... Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!" jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Dita demam, Bu..." jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol aja," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 sudah siap" kata majikannya itu.
Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan..." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah. "Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Ayah... ibu... Dita tidak akan melakukannya lagi... Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi... Dita sayang ayah... sayang ibu.", katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita juga sayang Mbok Narti..." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
"Ayah... kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil... Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti...? Bagaimana Dita mau bermain nanti...? Dita janji tidak akan mencoret-coret mobil lagi," katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf.

Yang terindah

Menjelang hari raya, seorang ayah membeli beberapa gulung kertas kado. Putrinya yang masih kecil, masih balita, meminta satu gulung.
"Untuk apa ?" tanya sang ayah.
"Untuk kado, mau kasih hadiah." jawab si kecil.
"Jangan dibuang-buang ya." pesan si ayah, sambil memberikan satu gulungan kecil.
Persis pada hari raya, pagi-pagi si kecil sudah bangun dan membangunkan ayahnya, "Pa, Pa ada hadiah untuk Papa." Sang ayah yang masih malas-malasan, matanya pun belum melek, menjawab, "Sudahlah nanti saja." Tetapi si kecil pantang menyerah, "Pa, Pa, bangun Pa, sudah siang."
"Ah, kamu gimana sih, pagi-pagi sudah bangunin Papa."
Ia mengenali kertas kado yang pernah ia berikan kepada anaknya.
"Hadiah apa nih?"
"Hadiah hari raya untuk Papa. Buka dong Pa, buka sekarang."
Dan sang ayah pun membuka bingkisan itu. Ternyata di dalamnya hanya sebuah kotak kosong. Tidak berisi apa pun juga. "Ah, kamu bisa saja. Bingkisannya koq kosong. Buang-buang kertas kado Papa. Kan mahal ?" Si kecil menjawab, "Nggak Pa, nggak kosong. Tadi, Putri masukin begitu buaanyaak ciuman untuk Papa."
Sang ayah terharu, ia mengangkat anaknya. Dipeluknya, diciumnya. "Putri, Papa belum pernah menerima hadiah seindah ini. Papa akan selalu menyimpan boks ini. Papa akan bawa ke kantor dan sekali-sekali kalau perlu ciuman Putri, Papa akan mengambil satu. Nanti kalau kosong diisi lagi ya !"

Kotak kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak memiliki nilai apa pun, tiba-tiba terisi, tiba-tiba memiliki nilai yang begitu tinggi. Apa yang terjadi?
Lalu, kendati kotak itu memiliki nilai yang sangat tinggi di mata sang ayah, di mata orang lain tetap juga tidak memiliki nilai apa pun. Orang lain akan tetap menganggapnya kotak kosong. Kosong bagi seseorang bisa dianggap penuh oleh orang lain. Sebaliknya, penuh bagi seseorang bisa dianggap kosong oleh orang lain. Kosong dan penuh - dua-duanya merupakan produk dari "pikiran" anda sendiri.
Sebagaimana anda memandangi hidup demikianlah kehidupan anda. Hidup menjadi berarti, bermakna, karena anda memberikan arti kepadanya, memberikan makna kepadanya. Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, hidup ini ibarat lembaran kertas yang kosong.

Mengenali tanda-tanda kedewasaan pada diri seseorang

Mortimer R. Feinberg, Ph.D.1
Para ahli psikologi dan psikiater sepakat, bahwa kesuksesan seseorang ditandai dengan berkembangnya prestasi serta kematangan emosinya. Meski tidak ada orang yang menyangkal pernyataan ini, tetapi sedikit orang yang mengetahui secara pasti tentang bagaimana penampilan seseorang yang dewasa atau matang itu, bagaimana cara berpakaian dan berdandannya, bagaimana caranya menghadapi tantangan, bagaimana tanggung jawabnya terhadap keluarga, dan bagaimana pandangan hidupnya tentang dunia ini. Yang jelas kematangan adalah sebuah modal yang sangat berharga. Sesungguhnya apa yang disebut dengan kematangan atau kedewasaan itu?
Kedewasaan tidak selalu berkaitan dengan intelegensi. Banyak orang yang sangat brilian namun masih seperti kanak-kanak dalam hal penguasaan perasaannya, dalam keinginannya untuk memperoleh perhatian dan cinta dari setiap orang, dalam bagaimana caranya memperlakukan dirinya sendiri dan orang lain, dan dalam reaksinya terhadap emosi. Namun, ketinggian intelektual seseorang bukan halangan untuk mengembangkan kematangan emosi. Malah bukti-bukti menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Orang yang lebih cerdas cenderung mempunyai perkembangan emosi yang lebih baik dan superior, serta mempunya kemampuan menyesuaikan diri atau kematangan sosial yang lebih baik.
Kedewasaan pun bukan berarti kebahagiaan. Kematangan emosi tidak menjamin kebebasan dari kesulitan dan kesusahan. Kematangan emosi ditandai dengan bagaimana konflik dipecahkan, bagaimana kesulitan ditangani. Orang yang sudah dewasa memandanng kesulitan-kesulitannya bukan sebagai malapetaka, tetapi sebagai tantangan-tantangan.
Apa sih kedewasaan/kematangan itu? Menurut kamus Webster, adalah suatu keadaan maju bergerak ke arah kesempurnaan. Definisi ini tidak menyebutkan preposisi "ke" melainkan "ke arah". Ini berarti kita takkan pernah sampai pada kesempurnaan, namun kita dapat bergerak maju ke arah itu. Pergerakan maju ini uniq bagi setiap individu. Dengan demikian kematangan bukan suatu keadaan yang statis, tapi lebih merupakan suatu keadaan "menjadi" atau state of becoming. Pengertian ini menjelaskan, suatu kasus misal, mengapa seorang eksekutif bertindak sedemikian dewasa dalam pekerjaannya, namun sebagai suami dan ayah ia banyak berbuat salah. Tak ada seseorang yang sanggup bertindak dan bereaksi terhadap semua situasi dan aspek kehidupan dengan kematangan penuh seratus persen. Mereka dapat menangani banyak proble secara lebih dewasa. Berikut ini ada beberapa kualitas atau tanda mengenai kematangan seseorang. Namun, kewajiban setiap orang adalah menumbuhkan itu di dalam dirinya sendiri, dan menjadi bagian dari dirinya sendiri. Maka, orang yang dewasa/matang adalah:

1 Dia menerima dirinya sendiri

Eksekutif yang paling efektif adalah ia yang mempunyai pandangan atau penilaian baik terhadap kekuatan dan kelemahannya. Ia mampu melihat dan menilai dirinya secara obyektif dan realitis. Dengan demikian ia bisa memilih orang-orang yang mampu membantu mengkompensasi kelemahan dan kekurangannya. Ia pun dapat menggunakan kelebihan dan bakatnya secara efektif, dan bebas dari frustasi-frustasi yang biasa timbul karena keinginan untuk mencapai sesuatu yang sesungguhnya tidak ada dalam dirinya. Orang yang dewasa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik, dan senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik. Ia tidak berkepentingan untuk menandingin orang lain, melainkan berusaha mengembangkan dirinya sendiri. Dr. Abraham Maslow berkata, "Orang yang dewasa ingin menjadi yang terbaik sepanjang yang dapat diusahakannya. Dalam hal ini dia tidak merasa mempunyai pesaing-pesaing.

2 Dia mengharagai orang lain

Eksekutif yang efektif pun bisa menerima keadaan orang lain yang berbeda-beda. Ia dikatakan dewasa jika mampu menghargai perbedaan itu, dan tidak mencoba membentuk orang lain berdasarkan citra dirinya sendiri. Ini bukan berarti bahwa orang yang matang itu berhati lemah, karena jika kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri seseorang itu sudah sedemikian mengganggu tujuan secara keseluruhan, ia tak segan memberhentikannya. Ukuran yang paling tepat dan adil dalam hubungan dengan orang lain bahwa kita menghormati orang lain, adalah ketiadaan keinginan untuk memperalat atau memanipulasi orang lain tersebut.

3 Dia menerima tanggung jawab

Orang yang tidak dewasa akan menyesali nasib buruk mereka. Bahkan, mereka berpendapat bahwa nasib buruk itu disebabkan oleh orang lain. Sedangkan orang yang sudah dewasa malah mengenal dan menerima tanggung jawab dan pembatasan-pembatasan situasi dimana ia berbuat dan berada. Tanggung jawab adalah perasaan bahwa seseorang itu secara individu bertanggung jawab atas semua kegiatan, atau suatu dorongan untuk berbuat dan menyelesaikan apa yang harus dan patut diperbuat dan diselesaikan. Mempercayakan nasib baik pada atasan untuk memecahkan persoalan diri sendiri adalah tanda ketidakdewasaan. Rasa aman dan bahagia dicapai dengan mempunyai kepercayaan dalam tanggung jawab atas kehidupan sendiri.

4 Dia percaya pada diri sendiri

Seseorang yang matang menyambut dengan baik partisipasi dari orang lain, meski itu menyangkut pengambilan keputusan eksekutif, karena percaya pada dirinya sendiri. Ia memperoleh kepuasan yang mendalam dari prestasi dan hal-hal yang dilaksanakan oleh anak buahnya. Ia memperoleh perasaan bangga, bersama dengan kesadaran tanggung jawabnya, dan kesadaran bahwa anak buadanya itu tergantung pada kepemimpinannya. Sedangkan orang yang tidak dewasa justru akan merasa sakit bila ia dipindahkan dari peranan memberi perintah kepada peranan pembimbing, atau bila ia harus memberi tempat bagi bawahannya untuk tumbuh. Seseorang yang dewasa belajar memperoleh suatu perasaan kepuasaan untuk mengembangkan potensi orang lain.

5 Dia sabar

Seseorang yang dewasa belajar untuk menerima kenyataan, bahwa untuk beberapa persoalan memang tidak ada penyelesaian dan pemecahan yang mudah. Dia tidak akan menelan begitu saja saran yang pertama. Dia menghargai fakta-fakta dan sabar dalam mengumpulkan informasi sebelum memberikan saran bagi suatu pemecahan masalah. Bukan saja dia sabar, tetapi juga mengetahui bahwa adalah lebih baik mempunyai lebih dari satu rencana penyelesaian.

6 Dia mempunyai rasa humor

Orang yang dewasa berpendapat bahwa tertawa itu sehat. Tetapi dia tidak akan menertawakan atau merugikan/melukai perasaan orang lain. Dia juga tidak akan tertawa jika humor itu membuat orang lain jadi tampak bodoh. Humor semestinya merupakan bagian dari emosi yang sehat, yang memunculkan senyuman hangat dan pancaran yang manis. Perasaan humor anda menyatakan sikap anda terhadap orang lain. Orang yang dewasa menggunakan humor sebagai alat melicinkan ketegangan, bukan pemukul orang lain.
1Diadaptasi dari "The Effective Psychology for Manager" oleh Mortimer R. Feinberg, Ph.D

Spiritualitas

  1. Saya ingin memahami pemikiran Tuhan; selebihnya adalah soal detail saja.
  2. Pengetahuan tanpa agama adalah pincang. Sedang agama tanpa pengetahuan adalah buta.
  3. Agama saya terdiri dari seuntai kekaguman yang sederhana, terhadap suatu kekuatan supra yang tak-terbatas - yang tertampak dalam rincian yang dapat kita cerap menggunakan persepsi lemah dan remang kita.
  4. Semakin jauh kemajuan evolusi spiritual umat manusia, semakin pasti bagi saya bahwa jalan menuju religiusitas sejati tak semata-mata terletak pada ketakutan terhadap kehidupan, ketakutan terhadap kematian, keyakinan yang membuta, namun suatu perjuangan mengikuti kaidah-kaidah pengetahuan rasional.
  5. Setiap orang yang terlibat secara serius didalam pencarian pengetahuan, menjadi yakin bahwasanya, ada suatu jiwa termanifestasikan pada hukum Semesta raya - jiwa yang secara luas superior terhadap jiwa-jiwa manusia, dan sesuatu dimana dihadapannya, kita beserta kekuatan mutahir kita merasa sedemikian lemahnya.
  6. Rasa religius para ilmuwan berbentuk suatu kekaguman yang mempesona pada keharmonisan hukum alam, yang menampakan suatu superioritas kecerdasan, dibandingkan dengan seluruh sisitematika berpikir dan bertindak dari umat manusia, dalam suatu refleksi signifikan yang tak terbantahkan.
  7. Tiada cara logis untuk mengungkap hukum-hukum elemental. Yang ada hanyalah cara intuitif, yang dibantu oleh suatu ketajaman rasa, terhadap runtutan yang melandasi dibalik suatu penampakan.
  8. Batin intuitif adalah anugrah sakral dan pikiran rasional adalah pelayan setianya. Kita telah membangun sebuah tatanan masyarakat yang memulyakan pelayan dan melupakan anugrah.
  9. Sesuatu yang terindah yang kita alami adalah: pengalaman misterius kita; Ia-lah sumber dari seni dan pengetahuan sejati.
  10. Kita mesti waspada untuk tidak menjadikan intelek sebagai Tuhan kita; ia memang memiliki kekuatan, namun ia tak memiliki kepribadian.
  11. Barang siapa yang memfungsikan dirinya sebagai hakim dari Kebenaran dan Pengetahuan, akan porak-poranda menjadi bahan tertawaan para dewata.
  12. Bila mana jalan keluar terasa mudah, Tuhan-lah yang memberikan jawaban.
  13. Tuhan tidak mempermainkan semesta seperti dadu.
  14. Tuhan sedemikian licinnya, namun Ia tak bermaksud jahat.
  15. Umat manusia adalah bahagian dari keseluran, apa yang kita sebut dengan Semesta, bahagian yang terbatas dalam ruang dan waktu. Ia mengalami diri-Nya sendiri, pikiran dan perasaan-Nya ibarat terlepas dari yang lainnya - yang bersifat seperti khayalan optik - terhadap Kesadaran-Nya. Khayalan ini, sesungguhnya adalah sejenis 'penjara', yang mengekang kita dari nafsu-nafsu keingan pribadi dan dari beberapa orang terdekat kesayangan kita. Tugas kita adalah membebaskan diri dariu penjara ini, dengan cara memperluas lingkaran pengorbanan kita hingga mencakup semua makhluk hidup dan seluruh alam dalam keindahannya.
  16. Tiada sesuatupun yang memberi nilai manfaat pada kesehatan manusia dan memberikan kesempatan hidup di muka Bumi ini, sebesar evolusi yang diberikan oleh pola makan vegetaris.
  17. Manusia yang menjalani hidupnya secara tak bermanfaat bagi makhluk lainnya, bukan saja tak beruntung akan tetapi hampir-hampir tak layak bagi kehidupan.
  18. Perdamaian tidak dapat dijaga dengan Kekuatan. Ia hanya dapat dicapai melalui saling pengertian.
  19. Hanya kehidupan bagi kehidupan lainnya sajalah yang bermanfaat.
  20. Pikiran manusia tak mampu untuk meraih Semesta. Kita ibarat seorang anak yang memasuki perpustakaan raksasa. Dinding-dinding dan langit-lagitnya tertutup rapat oleh buku-buku dalam berbagai bahasa yang berbeda-beda. Si anak mengetahui bahwa pasti ada seseorang yang menulis semua buku-buku itu. Walau ia tak mengetahui siapa dan bagaimana caranya. Iapun tak mengerti bahasa yang digunakan dalam penulisan buku-buku itu. Akan tetapi, si anak mencatat adanya suatu rancangan baku dalam susunan buku-buku tersebut -- dalam urutannya yang misterius yang tak ia pahami, kecuali melalui dugaan-dugaan picisan saja.
  21. Yang terpenting adalah untuk tidak berhenti mempertanyakannya. Keingin-tahuan memiliki alasannya sendiri untuk membangkitkan rasa panasaran. Seseorang tak dapat membantu, kecuali hanya terpesona ketika ia berkontemplasi terhadap misteri-misteri kekalan, terhadap kehidupan, terhadap struktur realitas yang mengagumkan. Adalah cukup bila seseorang mencoba melengkapi dirinya dengan secuil misteri setiap hari. Tanpa kehilangan kekagumannya yang holistik.
  22. Apa yang saya saksikan di Alam adalah suatu struktur yang mengagumkan yang hanya dapat kita pahami dengan tak-sempurna, dimana seorang pemikir semestinya merasa sedemikian rendahnya. Tak ada yang dapat dilakukan terhadap mistikisme, inilah ungkapan rasa religiusitas yang murni.
  23. Emosi terhalus kita, dimana kita mampu merasakannya, adalah emosi mistis. Disinilah tergelar bagian terkecil dari semua seni dan pengetahuan sejati. Siapapun yang asing bagi perasaan ini, yang tak lagi mampu merasakan ketakjuban, dan hidup dalam kondisi ketakutan, sesungguhnya telah mati. Guna mengatahui sesuatu yang tak terselami oleh kita benar-benar ada dan memanifestasikan dirinya sebagai kebijaksanaan tertinggi dan keindahan yang paling bersinar, dimana pengetahuan ini bentuk terkasarnya sekalipun merupakan suatu yang membutuhkan intelektualitas cukup, perasaan ini adalah ... sentimen riligius yang sesungguhnya. Dalam pengertian ini, hanya dalam pengetian inilah, saya menempatkan diri saya dalam deretan manusia-manusia religius besar.
  24. Masalah nyata bagi kita adalah hati dan batin manusia. Adalah lebih mudah mengubah sifat plutonium dibandingkan dengan merubah sifat ke-setan-an dalam diri manusia.
  25. Agama Sejati adalah kehidupan nyata, hidup dalam jiwa manusia, hidup dalam kebajikan dan kebenaran bagi semua.
  26. Intelejensia memberi kejelasan kesaling-tergantungan antara makna-makna dan jawaban akhir daripadanya. Akan tetapi, hanya dengan memikirkannya saja, tak dapat memberikan kita rasa - tentang akhir yang bersifat fundamental dan ultima. Guna memperjelas akhir fundamental dan nilai-nilai serta mempercepat mereka dalam kehidupan emosional individu, dengan persis tertampak oleh saya bahwa fungsi yang paling penting dari agama bila ia berhasil membentuk kehidupan sosial manusia.

Pygmalion

Pygmalion adalah seorang pemuda yang berbakat seni memahat. Ia sungguh piawai dalam memahat patung. Karya ukiran tangannya sungguh bagus. Tetapi bukan kecakapannya itu menjadikan ia dikenal dan disenangi teman dan tetangganya.Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala sesuatu dari sudut yang baik.
Apabila lapangan di tengah kota becek, orang-orang mengomel. Tetapi Pygmalion berkata, "Untunglah, lapangan yang lain tidak sebecek ini." Ketika ada seorang pembeli patung ngotot menawar-nawar harga, kawan-kawan Pygmalion berbisik, "Kikir betul orang itu." Tetapi Pygmalion berkata, "Mungkin orang itu perlu mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu." Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion tidak mengumpat. Ia malah merasa iba, "Kasihan, anak- anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya."
Itulah pola pandang Pygmalion. Ia tidak melihat suatu keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain; sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik dibalik perbuatan buruk orang lain.
Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia sungguhan. Ketika sudah rampung, patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung itu tersenyum manis menawan, tubuhnya elok menarik. Kawan-kawan Pygmalion berkata, "Ah,sebagus-bagusnya patung, itu cuma patung,bukan isterimu." Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu sebagai manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dielusnya.
Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion,yaitu mengubah patung itu menjadi manusia betul. Begitulah, Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.
Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk menggambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif. Misalnya, jika kita bersikap ramah terhadap seseorang, maka orang itu pun akan menjadi ramah terhadap kita. Jika kita memperlakukan anak kita sebagai anak yang cerdas, akhirnya dia betul-betul menjadi cerdas. Jika kita yakin bahwa upaya kita akan berhasil, besar sekali kemungkinan upaya dapat merupakan separuh keberhasilan. Dampak pola berpikir positif itu disebut dampak Pygmalion.
Pikiran kita memang seringkali mempunyai dampak fulfilling prophecy atau ramalan tergenapi, baik positif maupun negatif. Kalau kita menganggap tetangga kita judes sehingga kita tidak mau bergaul dengan dia, maka akhirnya dia betul-betul menjadi judes. Kalau kita mencurigai dan menganggap anak kita tidak jujur, akhirnya ia betul-betul menjadi tidak jujur. Kalau kita sudah putus asa dan merasa tidak sanggup pada awal suatu usaha, besar sekali kemungkinannya kita betul-betul akan gagal.
Pola pikir Pygmalion adalah berpikir, menduga dan berharap hanya yang baik tentang suatu keadaan atau seseorang. Bayangkan, bagaimana besar dampaknya bila kita berpola pikir positif seperti itu. Kita tidak akan berprasangka buruk tentang orang lain. Kita tidak menggunjingkan desas-desus yang jelek tentang orang lain. Kita tidak menduga-duga yang jahat tentang orang lain.
Kalau kita berpikir buruk tentang orang lain, selalu ada saja bahan untuk menduga hal-hal yang buruk. Jika ada seorang kawan memberi hadiah kepada kita, jelas itu adalah perbuatan baik. Tetapi jika kita berpikir buruk, kita akan menjadi curiga, "Barangkali ia sedang mencoba membujuk," atau kita mengomel, "Ah, hadiahnya cuma barang murah." Yang rugi dari pola pikir seperti itu adalah diri kita sendiri. Kita menjadi mudah curiga. Kita menjadi tidak bahagia. Sebaliknya, kalau kita berpikir positif, kita akan menikmati hadiah itu dengan rasa gembira dan syukur, "Ia begitu murah hati. Walaupun ia sibuk, ia ingat untuk memberi kepada kita."
Warna hidup memang tergantung dari warna kaca mata yang kita pakai. Kalau kita memakai kaca mata kelabu, segala sesuatu akan tampak kelabu. Hidup menjadi kelabu dan suram. Tetapi kalau kita memakai kaca mata yang terang, segala sesuatu akan tampak cerah. Kaca mata yang berprasangka atau benci akan menjadikan hidup kita penuh rasa curiga dan dendam. Tetapi kaca mata yang damai akan menjadikan hidup kita damai.
Hidup akan menjadi baik kalau kita memandangnya dari segi yang baik. Berpikir baik tentang diri sendiri. Berpikir baik tentang orang lain. Berpikir baik tentang keadaan. Berpikir baik tentang Tuhan. Dampak berpikir baik seperti itu akan kita rasakan. Keluarga menjadi hangat. Kawan menjadi bisa dipercaya. Tetangga menjadi akrab. Pekerjaan menjadi menyenangkan. Dunia menjadi ramah. Hidup menjadi indah, seperti Pygmalion, begitulah."

Pendeta yang menciumi para gadis perawan

Atas laporan dari beberapa kepala desa di pegunungan kepada raja, Dalem Gelgel, pendeta istana dipanggil menghadap raja.
"Wahai Pendeta suci", ujar sang raja mengawali, "Saya menerima laporan dari beberapa kepala desa kalau penduduk desanya jadi resah karena kelakuan Anda".
"Mereka melaporkan kalau Anda telah menciumi beberapa gadis perawan desa itu, beberapa hari belakangan ini. Apa benar begitu? Bila benar begitu, ini sudah barang tentu akan sangat mencemarkan nama baik istana", tegur sang raja.
"Wahai raja yang arif", hatur sang Pendeta, "memang betul begitu, namun tidak benar seperti itu".
Mendengar jawaban dari sang Pendeta tentu saja raja sangat terkejut. Ia terhenyak beberapa saat. Sejak kecil ia mengenal beliau sebagai seorang pendeta suci yang sangat arif dan mulia. Ia tahu kalau beliau hidup membujang hingga seusia ini, dan sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya pada wanita. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Apa yang telah terjadi pada pendeta pujaan, yang adalah guru-nya ini? Bermacam-macam pertanyaan berkecamuk di benaknya.
"Apa?", tanya raja mengulangi seakan-akan tidak percaya.
"Memang betul begitu, namun tidak benar seperti itu", sahut sang Pendeta lagi sambil tersenyum nakal, senyum nakal yang persis sama yang selalu beliau sunggingkan ketika sang raja masih sebagai seorang pangeran mahkota dan dididik di ashram beliau, di sebuah hutan kecil di tepi barat sungai Unda itu.
Ketika itulah, ketika melihat kembali senyum yang sangat akrab baginya puluhan tahun lalu itulah raja tertawa terbahak-bahak untuk kemudian tersenyum dan tertunduk malu. Ia kembali sadar kalau selama ini ia telah banyak melupakan ajaran-ajaran luhur dari sang guru, karena terlalu sibuk bergelut mengurusi tetek-bengek berbagai masalah kepemerintahan yang menenggelamkan itu.
Tak berselang lama setelah kejadian itu, raja menyerahkan jabatannya kepada putra mahkotanya, dan memasuki jenjang kehidupan vanaphrasta di bawah bimbingan sang guru.
***
Demikianlah... guru dan siswa spiritualnya punya 'bahasa tersendiri', yang mereka mengerti. Kalaupun kita ikut hadir disana, dan menyaksikan langsung kejadiannya, besar kemungkinannya kita tak akan mengerti apa yang mereka maksudkan, walaupun secara linguistik percakapan itu menggunakan bahasa ibu kita sehari-hari yang sangat kita akrabi.
Apa sebetulnya yang dimaksudkan oleh sang Pendeta dengan: ...yang membuat sang raja tertuntuk malu, dan akhirnya meninggalkan kehidupan duniawinya yang megah itu? Mudah-mudahan dalam kesempatan lain kita punya cukup waktu buat merenungkannya.

Pasangan jiwa, adakah?

...Kadangkala aku berkhayal seorang di ujung sana juga tengah menanti tiba saatnya. Begitu ingin , berbagi batin, mengarungi hari, yang berwarna, dimana dia pasangan jiwaku? ku mengejar bayangan, kian menghilang, penuh berharap... (Katon Bagaskara)
Bait-bait lagu "Pasangan Jiwa" yang cukup melankolis tadi, agaknya cukup disukai para lajang yang belum beruntung menemukan pasangan yang "pas". Dalam batin mereka acap bertanya-tanya: Siapakah seseorang diantara milyaran manusia di bumi ini yang kelak akan hidup bersamanya? Dimanakah seseorang itu berada? Kapankah ia akan menemuinya?
Sayangnya, ketika sudah mendapatkan seseorang pun, para lajang ini terkadang malas membuat komitmen. Alasannya, mereka belum yakin seratus persen bahwa pasangan yang bersamanya saat ini adalah seseorang yang tepat untuknya. Sebagian, bahkan merasakan seolah masih ada seseorang yang lebih tepat untuknya "melayang-layang" di luar sana. Hanya saja ia belum menemukannya. Tapi, sampai kapan..?
Begitukah friends? Benarkah ada yang disebut dengan soul mates, "pasangan jiwa" bagi tiap manusia di muka bumi ini? Apakah Anda percaya dengan apa yang disebut pasangan jiwa? Atau bisakah kita memiliki pasangan jiwa lebih dari satu di dunia ini? (Banyak pertanyaan ya...)
Sejumlah pakar kejiwaan percaya bahwa di dunia memang terdapat hubungan antara dua pasangan jiwa, dua jiwa yang ditakdirkan menyatu dengan kuat satu sama lain sepanjang waktu. Konon, dengan kehadiran pasangan jiwa ini, Anda akan merasakan benar-benar dicintai, benar-benar aman dan benar-benar dipahami.
Lantas bagaimana Anda mengetahuinya? Sejumlah teman mengatakan, "Ya pokoknya terjadi begitu saja, Kita tahu hanya dengan melihatnya. Dengan menggunakan perasaan." Tapi, perasaan macam apa? Psikolog Barbara De Angelis menggambarkan bahwa ketika Anda berjumpa pasangan jiwa Anda, Anda akan merasakan seolah-olah Anda ingin selalu bersamanya, tidak hanya hanya dalam kehidupan di dunia ini, tapi untuk selamanya. (dahsyat ya...).
Pertemuan tersebut, akan begitu saja memadamkan api kerinduan yang lama terkurung dalam hati Anda, sampai Anda berhasil bertemu satu sama lain. Suatu kerinduan istimewa yang tidak akan mampu dipuaskan oleh hubungan yang biasa mana pun juga.
"Untuk setiap saat, setiap menit waktu yang Anda luangkan bersamanya, Anda akan merasakan seolah "pulang ke rumah"" katanya.
Bagaimana kalau Anda tidak merasakannya?
Jawabannya ada pada hasil riset. Penelitian terbaru mengatakan: Andaikan Anda belum menemukan seseorang yang begitu sempurna yang bisa disebut sebagai pasangan jiwa, Anda masih dapat berkeyakinan menemukan seseorang.
Bagaimana caranya? Dengan berusaha tentu saja. Laki-laki dan perempuan, sebaiknya mengembangkan perasaan bahwa pasangan mereka pada dasarnya adalah gambaran diri, hakekat jiwa mereka sendiri, dan lebih memfokuskan hubungan pada kesamaan yang ada ketimbang perbedaan.
"Dengan menerima seseorang sebagai diri Anda, seseorang yang akrab dengan Anda. Perasaan bahwa Anda memiliki spirit yang sama, pokoknya seseorang yang mirip dengan Anda-lah, dengan begitu Anda akan mengetahui dan memahami mereka sebagaimana dia adanya," kata Sandra L Muray, peneliti dari the State University of New York .
Tentunya, dengan memahami orang lain seperti Anda memahami diri sendiri, membuat Anda memahami pula segala kekurangannya. Seperti halnya Anda memaklumi kekurangan diri sendiri. Perkawinan-perkawinan abadi seringkali masuk kategori ini. Khususnya perkawinan yang menyisakan rasa damai dan kebahagiaan pada akhir kisahnya.
Dikatakan Barbara, hubungan kasih sayang yang berkaitan dengan pasangan jiwa ini tidak selalu diisi dengan hubungan emosional yang spontan, bergairah, dan mendebarkan sepanjang waktu. Kadang kita tidak menemukan pasangan yang tepat dengan begitu saja. Diperlukan sedikit usaha agar pasangan jiwa ini menuju tingkat saling mencari kecocokan dan memahami satu sama lain, sehingga tercipta hubungan yang kokoh.
Apakah selalu berupa hubungan yang abadi?
Konon tidak ada satu hal pun di dunia ini yang terjadi secara kebetulan, kadangkala dua orang terseret jauh dalam masalah-masalah kehidupan ini secara bersama-sama. Menurut Barbara, setiap hubungan yang terjadi antar manusia pasti memiliki tujuan tertentu. Maka, bukan kebetulan pula bahwa dua orang tertentu terlibat dalam suatu hubungan kasih sayang.
Masing-masing orang di dunia ini, menurutnya, akan menemukan pasangan jiwanya sendiri-sendiri. Bisa dengan cara yang cukup mudah, namun kadangkala harus melalui peristiwa yang sangat dramatis dan mendebarkan.
Bisa saja seseorang memiliki pasangan jiwa lebih dari satu, sebab tidak selalu hubungan kasih sayang itu berlangsung selamanya. Satu hal yang pasti, apakah hubungan itu hanya berlangsung selama satu minggu, apakah pasangan tersebut hanya hidup bersama selama satu tahun, atau limapuluh tahun? Tujuannya tetap sama mereka menjadi manusia, menjadi pasangan jiwa yang saling menyayangi pada masanya.
Mereka kadang datang sebagai sahabat, sebagai kekasih. Orang yang datang dalam kehidupan Anda tepat ketika Anda membutuhkan kasih sayang. Bisa saja ia hanya mampir sebentar menemui Anda, dan kemudian bergerak terus untuk menemui seseorang yang lebih tepat dan cocok dengannya. Demikian juga Anda. Namun, setiap pasangan yang saling menyayangi -entah itu akan abadi atau tidak- pada dasarnya adalah pasangan jiwa.
Bagaimana dengan pasangan jiwa yang abadi?
Beberapa ajaran agama mengatakan bahwa setiap manusia bisa memiliki beberapa pasangan jiwa yang abadi. Sementara ajaran-ajaran lainnya, mengatakan bahwa hanya ada satu pasangan jiwa abadi dalam diri setiap pasangan, selama hidupnya.
Yah, apapun yang mereka katakan, kalau saat ini Anda sudah bertemu pasangan jiwa Anda, sebaiknya Anda tidak usah peduli apakah ada jiwa lainnya yang melayang-layang di alam semesta ini menanti saatnya bertemu.
Yang paling penting bagi Anda adalah berikanlah kasih sayang pada pasangan Anda, tanpa syarat. "Kalau engkau begini, maka aku akan menyayangimu," itu bukanlah kasih sayang.
Kasih sayang, menurut penulis Andrew Matthews berarti menerima orang lain apa adanya. Menyayangi dengan mencari kebaikan dalam dirinya. Dan jika Anda bisa melakukannya terus menerus, Anda dijamin akan memperoleh kebahagiaan bersama pasangan Anda. Tanpa perlu repot menghabiskan energi memikirkan diakah pasangan jiwa yang dikirim Tuhan untuk Anda. Begitu kawan..? (zrp)

Pasangan hidup

Suatu waktu, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri. Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik di antara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini.
Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya. Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.
Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini. Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.
Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini. Dialah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sang suami. Akan tetapi, sang pedagang tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun pedagang ini tak begitu mempedulikannya.
Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. "Saat ini, aku punya 4 orang istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri." Lalu, ia meminta semua istrinya datang dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. "Tentu saja tidak," jawab istrinya yang keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi. Jawaban itu sangat menyakitkan hati sang saudagar. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya.
Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga. "Akupun mencintaimu sepenuh hati dan saat ini hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku?" Istrinya menjawab, Hidup begitu indah di sini. Aku akan menikah lagi jika kau mati. Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam.
Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau aku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku?" Sang istri menjawab pelan. "Maafkan aku," ujarnya "Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu." Jawaban itu seperti kilat yang menyambar.
Sang pedagang kini merasa putus asa. Tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemanapun kau pergi. Aku, tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu". Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya disana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam,"Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat kumampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku."
Sesungguhnya kita punya 4 orang istri dalam hidup ini. Istri yang keempat adalah tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.
Istri yang ketiga adalah status sosial dan kekayaan. Saat kita meninggal semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah dan melupakan kita yang pernah memilikinya.
Sedangkan istri yang kedua adalah kerabat dan teman-teman. Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya. Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.
Istri pertama kita adalah jiwa dan amal kita. Mungkin kita sering mengabaikan dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun sebenarnya hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di akhirat kelak. Jadi selagi mampu perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Jangan sampai kita menyesal belakangan.

Paku

Adalah seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah.
Hari pertama anak itu telah memakukan 37 paku ke pagar. Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar.
Akhirnya tibalah hari di mana anak tersebut sama sekali tidak kehilangan kesabarannya. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari di mana dia tidak marah.
Hari-hari berlalu dan anak laki-laki ini akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut.
Sang ayah menuntun anaknya ke pagar. Kau telah berhasil dengan baik, anakku, tapi lihatlah lubang-lubang di pagar ini.
Pagar ini tidak pernah bisa SAMA SEPERTI SEBELUMNYA.
Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini.
Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang lalu mencabut pisau itu, tetapi tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka itu tetap ada.
Luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik.

Nikmatnya hidup bila kita bersyukur

Begitu memasuki mobil mewahnya, seorang direktur bertanya pada supir pribadinya, "Bagaimana kira-kira cuaca hari ini?" Si supir menjawab, "Cuaca hari ini adalah cuaca yang saya sukai" Merasa penasaran dengan jawaban tersebut, direktur ini bertanya lagi, "Bagaimana kamu bisa begitu yakin?"
Supirnya menjawab, "Begini, pak, saya sudah belajar bahwa saya tak selalu mendapatkan apa yang saya sukai, karena itu saya selalu menyukai apapun yang saya dapatkan."
Jawaban singkat tadi merupakan wujud perasaan syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.
Seorang pengarang pernah mengatakan, "Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi." Ini perwujudan rasa syukur.
Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur. Pertama, kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah Anda sudah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang baik. Tapi Anda masih merasa kurang.
Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, lihatlah orang-orang disekitar anda yang hidupnya tidak sebaik anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup.
Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.
Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.
Saya ingat, pertama kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang memperoleh penghasilan di atas saya. Nyatanya, selalu saja ada kawan yang penghasilannya melebihi saya.
Saya menjadi gemar berganta-ganti pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekan saya. Saya bahkan tak peduli dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya saya sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai mensyukuri apa yang saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya.
Ada cerita tentang saudara kita yang hidupnya diberatkan karena hutang, bukan karena kebutuhan hidup yang membuat dia berhutang, tetapi ketidak-mampuannya menahan hawa nafsu untuk memiliki barang. Sudah memiliki motor, ingin membeli motor baru, walaupun cicilan kreditnya cukup besar, membeli TV baru dengan alasan TV yang lama sudah kuno. Dan banyak lagi demi gengsi atau demi sekedar kepuasan semata. Tetapi sekarang hidupnya selalu susah dan diberatkan oleh hutang. Hutang yang satu ditutup dengan hutang lainnya. Akhirnya hidupnya menjadi susah, ingin bekerja susah, ingin ngaji juga susah karena hutangnya sudah banyak dimana-mana. Semoga kita dijauhkan dari beratnya hutang.
Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi. Bersyukur dapat membuat hidup kita lebih tentram.