Buat semua yang telah menjadi orangtua dan atau calon orangtua....
Ingatlah... semarah apapun, janganlah kita bertindak berlebihan. Sebagai
orang tua, kita patut untuk saling menjaga perbuatan kita especially pada
anak-anak yg masih kecil karena mereka masih belum tahu apa-apa.
Ini ada kisah nyata yg berjudul "Ayah, kembalikan tangan Dita..."
Sepasang suami isteri --seperti pasangan lain di kota-kota besar
meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal
pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia
di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di
dapur.
Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang dibeli ayahnya,
ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.
Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai
tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari
marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru
ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampak
jelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan
kreativitasnya.
Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari
macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke
sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri,
lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian
itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu rumah.
Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil
yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya.
Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan
siapa ini!!!"
Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga
beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah
bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus
mengatakan "Saya tidak tahu... tuan." "Kamu dirumah sepanjang hari, apa
saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.
Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari
kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Dita yang membuat gambar itu
ayahhh.. cantik ...kan!" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja
seperti biasa. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang
ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya
berkali-kali ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa
menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan,
si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Sedangkan Si ibu cuma
mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang
dikenakan.
Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa... Si ayah cukup
lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya.
Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut
menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.
Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil
luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil
menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga
menjerit-jerit menahan pedih saat luka-lukanya itu terkena air. Lalu si
pembantu rumah menidurkan anak kecil itu. Si ayah sengaja membiarkan anak
itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokan harinya, kedua belah tangan si
anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!"
jawab bapak si anak.
Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang
menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran
pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya
sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari bertanya kepada pembantu
rumah. "Dita demam, Bu..." jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol
aja," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar
pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia
menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah
memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Dita terlalu panas. "Sore nanti
kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 sudah siap" kata majikannya itu.
Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter
mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius.
Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak
itu. "Tidak ada pilihan..." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar
kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah. "Ini
sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus
dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak dan ibu bagaikan
terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti
berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.
Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata
isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan
pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan
habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua
tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian
ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua
menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air
mata. "Ayah... ibu... Dita tidak akan melakukannya lagi... Dita tak mau
lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi... Dita sayang ayah... sayang
ibu.", katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa
sedihnya. "Dita juga sayang Mbok Narti..." katanya memandang wajah
pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.
"Ayah... kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil... Dita janji tidak
akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti...?
Bagaimana Dita mau bermain nanti...? Dita janji tidak akan mencoret-coret
mobil lagi," katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia
sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat
menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu
meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa
tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.